selamat

selamat datang

Featured Posts


Khamis, 18 Februari 2010

ARTIKEL TENTANG SAMBUTAN MAULID

(BACA DAN NILAI SENDIRI )

Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla yang telah menyempurnakan agama Islam untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan menjadikan Sunnah Rasul-Nya sebagai sebaik-baik petunjuk yang diikuti. Semoga shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, dan para Shahabatnya.

Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan agama Islam bagi umatnya; menyempurnakan nikmat-Nya bagi mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mewafatkan Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali setelah beliau selesai menyampaikan segala sesuatu yang disyari’atkan Allah Azza wa Jalla dengan jelas, baik berupa perkataan maupun perbuatan; juga setelah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa setiap hal baru yang diada-adakan oleh manusia dan disandarkan kepada agama Islam, baik berupa i’tiqâd (keyakinan), perkataan maupun perbuatan semua itu adalah bid’ah dan tertolak, walaupun maksudnya baik.



Semua ini karena bid’ah merupakan penambahan terhadap ajaran agama dan mensyari’atkan sesuatu yang tidak diizinkan Allah Subhanahu wa Ta'ala serta merupakan tasyabbuh (penyerupaan) dengan musuh-musuh Allah Azza wa Jalla dari golongan Yahudi dan Nasrani. Selain itu, melakukan bid’ah berarti pelecehan terhadap agama Islam dan menganggapnya tidak sempurna. Keyakinan ini mengandung kerusakan yang besar dan bertentangan dengan firman Allah Azza wa jalla dan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang memperingatkan terhadap bid’ah.

Mengada-ada hal baru dalam agama, seperti peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, berarti beranggapan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala belum menyempurnakan agama-Nya bagi umat ini, atau beranggapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam belum menyampaikan segala sesuatu yang mesti dikerjakan umatnya. Tidak diragukan lagi, anggapan seperti ini mengandung bahaya besar lantaran menentang Allah k dan Rasul-Nya. Karena Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-Nya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Nabi paling mulia dan terakhir. Nabi yang paling sempurna penyampaian dan ketulusannya. Seandainya Peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam itu benar-benar termasuk ajaran agama yang diridhai Allah Azza wa Jalla, niscaya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkannya kepada umatnya; Atau paling tidak, pasti telah dikerjakan oleh para Shahabatnya. Tetapi, semua itu tidak terjadi. Dengan demikian, jelaslah hal itu bukan bagian dari ajaran Islam dan termasuk perkara yang diada-adakan (bid’ah) dan termasuk tasyabbuh (menyerupai) Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dalam hari-hari besar mereka



Diantara hal aneh dan mengherankan ialah banyak orang yang giat dan bersemangat menghadiri acara-acara yang bid’ah, bahkan membelanya, sementara mereka meninggalkan kewajiban-kewajiban yang Allah Azza wa Jalla syari’atkan seperti shalat wajib, shalat Jum’at, dan shalat berjama’ah bahkan sebagian mereka terbiasa dengan perbuatan maksiat dan dosa-dosa besar. Mereka sadar bahwa mereka telah melakukan kemungkaran yang besar. Ini semua dikarenakan oleh lemahnya iman, dangkalnya pemikiran, serta banyaknya noda yang mengotori hati.

Lebih aneh lagi, sebagian pendukung maulid mengklaim bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam datang menghadiri acara tersebut. Karena itu, mereka berdiri untuk menghormati dan menyambutnya. Ini merupakan kebatilan yang paling besar dan kebodohan yang amat buruk. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan bangkit dari kuburnya sebelum hari Kiamat, tidak berkomunikasi dengan seorang manusia pun, dan tidak menghadiri pertemuan-pertemuan umatnya sama sekali.

Mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bukanlah dengan menyelenggarakan acara-acara perayaan maulid semacam itu, akan tetapi dengan mentaati perintahnya, membenarkan semua yang dikabarkannya, menjauhi segala yang dilarang dan diperingatkannya, dan tidak beribadah kepada Allah Azza wa Jalla kecuali dengan yang beliau syari’atkan.

A. ORANG YANG PERTAMA KALI MENGADAKAN MAULID NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bid’ah yang mungkar. Kelompok yang pertama kali mengadakannya adalah Bani ‘Ubaid al-Qaddah yang menamakan diri mereka dengan kelompok Fathimiyah pada abad ke- 4 Hijriyah. Mereka menisbatkan diri kepada putra ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu. Padahal mereka adalah pencetus aliran kebatinan. Nenek moyang mereka adalah Ibnu Dishan yang dikenal dengan al-Qaddah, salah seorang pendiri aliran Bathiniyah di Irak.[1]

Para ulama ummat, para pemimpin, dan para pembesarnya bersaksi bahwa mereka adalah orang-orang munafik zindiq, yang menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran. Bila ada orang yang bersaksi bahwa mereka orang-orang beriman, berarti dia bersaksi atas sesuatu yang tidak diketahuinya, karena tidak ada sesuatu pun yang menunjukkan keimanan mereka, sebaliknya banyak hal yang menunjukkan atas kemunafikan dan kezindikan mereka.[2]

B. BEBERAPA ALASAN DILARANGNYA MEMPERINGATI MAULID NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Para ulama dahulu dan sekarang telah menjelaskan kebathilan bid’ah memperingati Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan membantah para pendukungnya. Memperingati Maulid (kelahiran) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam itu adalah bid’ah dan haram berdasarkan alasan-alasan berikut:

Pertama: Peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bid’ah yang dibuat-buat dalam agama ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menurunkan keterangan sedikit pun dan ilmu tentang itu. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mensyariatkannya baik melalui lisan, perbuatan maupun ketetapan beliau. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah...” [al-Hasyr/59:7]

Juga berfirman yang maknanya :

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah k dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak mengingat Allah Azza wa Jalla.” [al-Ahzâb/33: 21]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِـيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang mengadakan suatu yang baru yang tidak ada dalam urusan agama kami, maka amalan itu tertolak".

Dalam riwayat Imam Muslim, “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak atas dasar urusan kami, amalan tersebut tertolak".

Kedua: Khulafa-ur Rasyidîn dan para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lainnya tidak pernah mengadakan peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak pernah mengajak untuk melakukannya. Padahal mereka adalah sebaik-baik umat ini setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

”…Maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafâ-ur Râsyidîn yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah adalah kesesatan.” [3]

Peringatan maulid tidak pernah dilakukan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya. Seandainya perbuatan itu baik niscaya mereka telah lebih dahulu melakukannya.

Al-Hâfizh Ibnu Katsîr berkata, “Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa setiap perkataan dan perbuatan yang tidak ada dasarnya dari Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bid’ah. Karena bila hal itu baik, niscaya mereka akan lebih dahulu melakukannya daripada kita. Sebab mereka tidak pernah mengabaikan satu kebaikan pun kecuali mereka telah lebih dahulu melaksanakannya.”[4]

Ketiga: Peringatan hari kelahiran (ulang tahun/maulid) adalah kebiasaan orang-orang sesat dan orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Karena yang pertama kali menciptakan kebiasaan tersebut adalah para penguasa generasi Fathimiyah Ubaidiyah, sebagaimana keterangan diatas. Mereka sebenarnya berasal dari kalangan Yahudi, bahkan ada pendapat mereka berasal dari kalangan Majusi. Bisa jadi, mereka adalah orang-orang Atheis.[5]

Orang yang pertama menciptakannya adalah al-Mu’iz Lidînillah al-‘Ubaidi al-Maghribi yang keluar dari Maroko menuju Mesir pada bulan Ramadhan tahun 362 H.[6]

Apakah layak bagi orang Muslim berakal untuk mengikuti Rafidhah dan mengikuti kebiasaan mereka serta menyelisihi petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ?

Keempat: Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“…Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu…” [al-Mâ-idah/5:3]

Al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan, “Ini merupakan nikmat AllahSubhanahu wa Ta'alal terbesar yang diberikan kepada umat ini, tatkala Allah Azza wa Jalla menyempurnakan agama mereka. Sehingga, mereka tidak memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyari’atkannya. Semua yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

وَتَـمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَّعَدْلاًً

“Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Qur-an), (sebagai kalimat) yang benar dan adil ...” [al-An’âm/6:115]

Maksudnya, benar dalam kabar yang disampaikan dan adil dalam seluruh perintah dan larangan. Setelah agama disempurnakan bagi mereka, maka sempurnalah nikmat yang diberikan kepada mereka.

Maka ridhailah Islam untuk diri kalian, karena ia agama yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karenanya Allah Azza wa Jalla mengutus Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam yang paling utama dan menurunkan Kitab yang paling mulia (Al-Qur`an).

Mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta'ala (al-Mâ-idah/5:3), ‘Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu 'anhuma,

“Maksudnya adalah Islam. Allah Azza wa Jalla telah mengabarkan kepada Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum Mukminin bahwa Dia telah menyempurnakan keimanan untuk mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan sama sekali. Dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan Islam sehingga Allah Azza wa Jalla tidak akan pernah menguranginya, bahkan telah meridhainya sehingga Allah Azza wa Jalla tidak akan memurkainya selamanya.”[7]

Orang yang melaksanakan Sunnah-Sunnah dan meninggalkan bid’ah-bid’ah -termasuk bid’ah Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam- maka mereka menjadi asing di masyarakat, pendukung perayaan ini. Padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan dengan sangat jelas. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membiarkan satu jalan pun yang dapat menghantarkan ke Surga dan menjauhkan dari Neraka melainkan telah beliau jelaskan kepada umatnya.

Kalau peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam itu termasuk ajaran agama yang diridhai Allah Azza wa Jalla, tentu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskannya atau melakukannya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَا بَعَثَ اللهُ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَـهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَـهُمْ

"Tidaklah Allah Azza wa Jalla mengutus seorang Nabi, kecuali wajib baginya untuk menunjukkan kebaikan yang diketahuinya kepada ummatnya dan memperingatkan mereka terhadap keburukan yang diketahuinya kepada mereka." [8]

Kelima: Dengan mengadakan bid’ah-bid’ah semacam itu, timbul kesan bahwa Allah Azza wa Jalla belum menyempurnakan agama ini, sehingga perlu dibuat ibadah lain untuk menyempurnakannya. Juga menimbulkan kesan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam belum tuntas menyampaikan agama ini kepada umatnya sehingga kalangan ahli bid’ah merasa perlu menciptakan hal baru dalam agama ini. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya bagi hamba-hamba-Nya.

Keenam: Dalam Islam tidak ada bid’ah hasanah, semua bid’ah adalah sesat sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

"Setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka" [9]

Imam asy-Syâfi’i rahimahullah berkata.

مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ

"Barangsiapa menganggap baik sesuatu (ibadah) maka ia telah membuat satu syari’at" [10]

Diantara kaidah ahli ilmu yang telah ma’ruf ialah bahwa “Perbuatan baik ialah yang dipandang baik oleh syari’at dan perbuatan buruk ialah apa yang dipandang buruk oleh syari’at.”[11]

Syaikh Hâfizh bin Ahmad bin ‘Ali al-Hakami rahimahullah (wafat th. 1377 H) berkata, “Kemudian ketahuilah bahwa semua bid’ah itu tertolak tidak ada sedikitpun yang diterima; Semuanya jelek tidak ada kebaikan padanya; semuanya sesat tidak ada petunjuk sedikitpun di dalamnya; Semuanya adalah dosa tidak berpahala; Semuanya batil tidak ada kebenaran di dalamnya. Dan makna bid’ah ialah syari’at yang tidak diizinkan Allah Azza wa Jalla dan tidak termasuk urusan (agama) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya.”[12]

Para ulama Islam dan para peneliti kaum Muslimin secara terus-menerus mengingkari budaya perayaan maulid tersebut dan mengingkarinya demi mengamalkan nash-nash dari Kitabullah dan Sunnah Rasul yang memang memperingatkan bahaya bid’ah dalam Islam, memerintahkan agar mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta memperingatkan juga agar tidak menyelisihi beliau dalam ucapan, perbuatan, dan amalan.

Ketujuh: Memperingati kelahiran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membuktikan kecintaan terhadap Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam karena kecintaan itu hanya dapat dibuktikan dengan mengikuti beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, mengamalkan Sunnah beliau, dan mentaati beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam

Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah Azza wa Jalla, maka ikutilah aku, niscaya Allah Azza wa Jalla mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Dan Allah Azza wa jalla Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [Ali Imrân:31]

Al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini sebagai pemutus hukum atas setiap orang yang mengaku mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala tetapi tidak berada di atas jalan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam maka ia dusta dalam pengakuannya mencintai Allah Azza wa Jalla sampai ia mengikuti syari’at dan agama yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam setiap perkataan, perbuatan, dan keadaannya. Disebutkan dalam kitab ash-Shahîh, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.

“Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak atas dasar urusan kami, amalan tersebut tertolak.”[13]

Oleh karena itu, maksud firman Allah Azza wa Jalla yang maknya :

“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah Azza wa Jalla, maka ikutilah aku. Niscaya Allah Azza wa Jalla mengasihimu”

Adalah kalian akan mendapatkan sesuatu yang melebihi kecintaan kalian kepada-Nya, yaitu kecintaan-Nya kepada kalian. Ini lebih besar daripada kecintaan kalian kepada-Nya. Seperti yang dikatakan ulama ahli hikmah, “Yang jadi ukuran bukanlah jika engkau mencintai, tetapi yang jadi ukuran adalah jika engkau dicintai.” al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Ada suatu kaum yang mengaku mencintai Allah Azza wa Jalla, lalu Allah Azza wa Jalla menguji mereka melalui ayat ini ...”

Kemudian firman Allah Azza wa Jalla yang maknanya,

“Dan mengampuni dosa-dosamu.’ Dan Allah Azza wa Jalla Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Maksudnya adalah dengan mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kalian akan memperoleh pengampunan, berkat keberkahan utusan-Nya.”

Kedelapan: Memperingati Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menjadikannya sebagai perayaan berarti menyerupai orang-orang Yahudi dan Nashrani dalam hari raya mereka, padahal kita telah dilarang untuk menyerupai mereka dan mengikuti gaya hidup mereka. [15]

Kesembilan: Orang yang berakal tidak mudah terperdaya dengan banyaknya orang yang memperingati maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena tolok ukur kebenaran itu bukan jumlah orang yang mengamalkannya, namun berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman Salafush Shâlih.

Kesepuluh: Berdasarkan kaidah syariat yaitu mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

" … Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur-an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah k dan hari Kemudian" [an-Nisâ'/ 4:59]

Demikian juga dengan firman-Nya yang bermakna:

Tentang sesuatu apa pun yang kamu berselisihkan, maka putusannya (terserah) kepada Allah Azza wa Jalla.” [asy-Syûra/42: 10]

Orang yang mengembalikan persoalan maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ini kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, dia akan mendapati bahwa Allah Azza wa Jalla memerintahkan manusia agar mengikuti Nabi-Nya. Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan ataupun memperingati kelahiran beliau dan beliau sendiri, juga para sahabat beliau. Dengan demikian dapat diketahui bahwa peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bukanlah berasal dari Islam, tetapi merupakan perbuatan bid’ah.

Kesebelas: Yang disyariatkan bagi seorang Muslim pada hari Senin adalah berpuasa, bila ia mau. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa pada hari Senin, beliau bersabda,

“Itu adalah hari kelahirkanku, hari aku diutus sebagai nabi, serta hari aku diberikan wahyu.” [16]

Yang disyariatkan adalah meneladani beliau, yaitu berpuasa pada hari Senin, bukan merayakan hari kelahiran beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kedua belas: Perayaan hari kelahiran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan perbuatan ghuluw (berlebih-lebihan/melampaui batas) terhadap beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal Allah Ta’ala dan Rasul-Nya melarang berbuat ghuluw.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اَلْغُلُوُّ فِي الدِّيْنِ.

"Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw dalam agama ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” [17]

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak suka disanjung melebihi dari ssanjungan yang Allah berikan dan ridhai. Tetapi banyak orang melanggar larangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut, sampai-sampai ada yang berdo’a dan meminta pertolongan kepadanya, bersumpah dengan namanya serta meminta kepadanya sesuatu yang tidak boleh diminta kecuali kepada Allah. Sebagian dari perbuatan-perbuatan ini dilakukan ketika peringatan maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

‘Abdullah bin asy-Syikhkhir Radhiyallahu 'anhu berkata, “Ketika aku pergi bersama delegasi Bani ‘Amir untuk menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kami berkata kepada beliau, “Engkau adalah sayyid (tuan/penguasa) kami!” Spontan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:

اَلسَّيِّدُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى.

“Sayyid (tuan/penguasa) kita adalah Allah Tabaaraka wa Ta’aala!”

Lalu kami berkata, “Dan engkau adalah orang yang paling utama dan paling agung kebaikannya.” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan :

قُوْلُوْا بِقَوْلِكُمْ أَو بَعْضِ قَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ.

"Katakanlah sesuai dengan apa yang biasa (wajar) kalian katakan, atau seperti sebagian ucapan kalian dan janganlah sampai kalian terseret oleh syaithan" [18]

Kebanyakan qashidah dan puji-pujian yang dinyanyikan oleh yang melaksanakan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam itu tidak lepas sikap berlebih-lebihan dan kultus individu terhadap Rasulullah bahkan terkadang mengandung ucapan-ucapan syirik. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَا تُطْرُوْنِـيْ كَمَـا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ ، فَإِنَّمَـا أَنَا عَبْدُهُ ، فَقُوْلُوْا : عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلُهُ.

"Janganlah kalian mengkultuskan diriku sebagaimana orang-orang Nashrani mengkultuskan Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya" [19]

Maksudnya, janganlah kalian memujiku dengan cara bathil dan janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Nasrani terhadap ‘Isa Alaihissalam. Sehingga mereka menganggapnya memiliki sifat Ilahiyyah. Karenanya, sifatilah aku sebagaimana Rabb-ku memberi sifat kepadaku. Katakanlah: “Hamba Allah dan Rasul (utusan)-Nya.”[20]

Ketiga belas: Berbagai perbuatan syirik, bid’ah, dan haram yang terjadi dalam peringatan maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

Dalam perayaan maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sering terjadi hal-hal yang diharamkan, seperti kesyirikan, bid’ah, bercampur baurnya kaum laki-laki dan wanita, menggunakan nyanyian dan alat musik, rokok, dan lainnya. Bahkan sering terjadi perbuatan syirik Akbar (besar), seperti istigâtsah kepada Rasulullah n atau para wali, penghinaan terhadap Kitabullah, di antaranya dengan merokok pada saat majelis Al-Qur’an, sehingga terjadilah kemubadziran dan membuang-buang harta.

Sering juga diadakan dzikir-dzikir yang menyimpang di masjid-masjid pada acara Maulid Nabi tersebut dengan suara keras diiringi tepuk tangan yang tak kalah kerasnya dari pemimpin dzikirnya. Semuanya itu adalah perbuatan yang tidak disyariatkan berdasarkan kesepakatan para ulama yang berpegang teguh kepada kebenaran.[21]

Keempat belas: Dalam peringatan maulid terdapat keyakinan batil bahwa ruh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menghadiri acara-cara maulid yang mereka adakan.

Dengan alasan itu mereka berdiri dengan mengucapkan selamat dan menyambut kedatangan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Itu jelas perbuatan paling bathil dan paling buruk sekali. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan keluar dari kubur beliau sebelum hari kiamat dan tidak akan berhubungan dengan seseorang (dalam keadaan sadar), tidak pula hadir dalam pertemuan-pertemuan mereka. Beliau akan tetap berada dalam kubur beliau hingga hari Kiamat. Ruh beliau berada di ‘Illiyyin yang tertinggi di sisi Rabb beliau dalam Dârul Karâmah.[22]

Allah Azza wa Jalla berfirman, yang artinya,

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan mereka akan mati (pula).” (Qs az-Zumar/39:30).

Dan dalam ayat yang lain, Allah k berfirman yang maknanya,

“Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat.” [al-Mukminûn/23: 15-16].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ

"Aku adalah penghulu manusia di hari Kiamat nanti dan orang yang pertama kali keluar dari alam kubur, serta orang yang pertama kali memberi syafa’at dan yang menyampaikan syafa’at"[23]

Ayat dan hadits di atas serta berbagai ayat dan hadits senada lainnya menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang sudah mati lainnya akan keluar dari kubur mereka pada hari Kiamat nanti.

Al-Allâmah Abdul Aziz bin Abdullâh bin Bâz rahimahullah menyatakan, “Ini adalah pendapat yang sudah disepakati oleh para ulama kaum Muslimin, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan mereka.” [24]

Sebagai tambahan, ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mau dihormati dengan berdiri. Lalu bagaimana bisa mereka menghormati beliau n dengan cara berdiri setelah beliau wafat.

C. HAKIKAT MENCINTAI RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Orang yang benar-benar mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang menampakkan tanda-tanda tertentu pada dirinya. Diantaranya adalah:

1). Mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, mentauhidkan Allah Azza wa Jalla, menjauhi syirik, mengerjakan Sunnahnya, mengikuti perkataan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beradab dengan adabnya.

2). Lebih mendahulukan perintah dan syari’at Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada hawa nafsu dan keinginan dirinya.

3). Banyak bershalawat untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuai dengan Sunnahnya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi k dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya" [al-Ahzâb/33:56]

4). Mencintai orang yang dicintai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik keluarga maupun Shahabatnya yang Muhajirin dan Anshar serta memusuhi orang-orang yang memusuhi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan membenci orang yang membencinya.

5). Mencintai al-Qur’ân yang diturunkan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, mencintai Sunnahnya, dan mengetahui batas-batasnya.[25]

D. FATWA PARA ULAMA TENTANG BID’AHNYA PERAYAAN MAULID NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM

Berikut ini adalah beberapa fatwa para ulama yang menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bid’ah dhalâlah.

1. al-‘Allâmah asy-Syaikh Tâjuddin al-Fakihani rahimahullah (wafat th. 734 H) berkata :
“Saya tidak mengetahui dasar dari peringatan Maulid ini, baik dari al-Qur-an, Sunnah, dan tidak pernah dinukil pengamalan salah seorang ulama umat yang diikuti dalam agama dan berpegang teguh dengan atsar-atsar generasi yang telah lalu. Bahkan perayaan (maulid) tersebut adalah bid’ah yang diada-adakan oleh para pengekor hawa nafsu...”[26]

2. Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
“Menjadikan suatu hari raya selain dari hari raya yang disyari’atkan, seperti sebagian malam di bulan Rabi’ul Awwal yang disebut dengan malam Maulid, atau sebagian malam di bulan Rajab, atau hari ke-18 di bulan Dzul Hijjah, atau hari Jum’at pertama di bulan Rajab, atau hari ke-8 bulan Syawwal yang dinamakan ‘îdul abrâr oleh orang-orang bodoh, maka semua itu termasuk bid’ah yang tidak pernah dianjurkan dan tidak pernah dilakukan oleh para ulama Salaf. Wallâhu a’lam.”[27]

3. al-‘Allâmah Ibnul Hajj rahimahullah (wafat th. 737) menjelaskan tentang peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
“...Hal itu adalah tambahan dalam agama, bukan perbuatan generasi Salaf. Mengikuti Salaf, lebih utama bahkan lebih wajib daripada menambahkan berbagai niat (tujuan) yang menyelisihi apa yang pernah dilakukan Salafush Shalih. Sebab, Salafush Shalih adalah manusia yang paling mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan (paling) mengagungkan beliau dan Sunnahnya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka lebih dahulu bersegera kepada hal itu, namun tidak pernah dinukil dari salah seorang dari mereka bahwa mereka melakukan maulid. Dan kita adalah pengikut mereka, maka telah mencukupi kita apa saja yang telah mencukupi mereka.”[28]

4. Syaikh ‘Abdullâh bin ‘Abdul ‘Azîz bin Bâz rahimahullâh berkata:
“Tidak diperbolehkan melaksanakan peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan peringatan hari kelahiran selain beliau karena hal itu merupakan bid’ah dalam agama. Sebab, Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah melakukannya, tidak juga para Khulâfâ-ur Râsyidîn, dan tidak pula para Shahabat lainnya, dan tidak juga dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pada generasi-generasi yang diutamakan. Padahal mereka adalah manusia yang paling mengetahui Sunnah, paling mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan paling mengikuti syari’at dibandingkan orang-orang setelah mereka...”[29]

5. Syaikh Hamûd bin ‘Abdillah at-Tuwaijiri rahimahullah berkata:
“...Dan hendaklah juga diketahui bahwa memperingati malam Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menjadikannya sebagai peringatan tidak termasuk petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tetapi ia adalah perbuatan yang diada-adakan yang dibuat setelah zaman beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam setelah berlalu sekitar enam ratus tahun. Oleh karena itu, memperingati perayaan yang diada-adakan ini masuk dalam larangan keras yang Allah Azza wa Jalla sebutkan dalam firman-Nya,[30]

“...Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” [an-Nûr/24:63]

Jika dalam acara maulid yang diada-adakan ini ada sedikit saja kebaikan maka para Shahabat telah bergegas melakukannya...”

6. Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata:
Pertama:bahwa malam kelahiran Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak diketahui secara pasti, bahkan sebagian ahli sejarah menetapkan bahwa malam kelahiran Rasul adalah malam ke-9 Rabi’ul Awwal, bukan malam ke-12. Dengan demikian, menjadikannya malam dua belas bulan Rabi’ul Awwal tidak memiliki dasar dari sudut pandang sejarah.

Kedua:dari sudut pandang syari’at maka peringatan ini tidak memiliki dasar. Karena jika ia termasuk syari’at Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melakukannya atau menyampaikannya kepada umatnya. Seandainya beliau telah melakukannya atau telah menyampaikannya maka hal itu pasti terjaga karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan pasti Kami pula yang memeliharanya.” [al-Hijr/15:9]

Karena tidak ada sesuatu pun yang terjadi dari hal itu maka dapat diketahuilah bahwa Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak termasuk agama Allah. Jika tidak termasuk agama Allah maka kita tidak boleh beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah dengannya. Apabila Allah Subhanahu wa Ta'ala telah meletakkan jalan tertentu agar dapat sampai kepada-Nya yaitu apa yang dibawa Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka bagaimana bisa kita selaku hamba Allah diperbolehkan untuk membuat jalan sendiri yang mengantarkan kepada Allah ? Ini merupakan kejahatan terhadap hak Allah Azza wa Jalla, yaitu mensyari’atkan dalam agama Allah sesuatu yang bukan bagian darinya. Juga hal ini mengandung pendustaan terhadap firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya :

“…Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu…” [al-Mâidah/5: 3]” [31]

7. Syaikh Shâlih bin Fauzân bin ‘Abdullâh al-Fauzan hafizhahullâh berkata:
“Melaksanakan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bid’ah. Tidak pernah dinukil dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak dari para Khulafâ-ur Râsyidîn, dan tidak juga dari generasi yang diutamakan bahwa mereka melaksanakan peringatan ini. Padahal mereka adalah orang yang paling cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan paling semangat melakukan kebaikan. Mereka tidak melakukan suatu bentuk ketaatan pun kecuali yang disyari’atkan Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya sebagai pengamalan dari firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang maknanya :

“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah...” [al-Hasyr/59:7]

Maka ketika mereka tidak melakukan peringatan maulid ini, dapat diketahuilah bahwa perbuatan itu adalah bid’ah…

Kesimpulannya bahwa menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk perbuatan bid’ah yang diharamkan yang tidak memiliki dalil baik dari Kitabullâh maupun dari Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam…”[32]

Demikian uraian yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat. Semoga shalawat serta salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad n, juga kepada keluarganya, para Shahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari Akhir. Dan akhir seruan kami ialah segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam.

Marâji’ :
1. Tafsîr Ibni Katsîr, cet. Dâr Thayyibah.
2. Majmû Fatâwâ, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
3. Iqtidhâ ash-Shirâtil Mustaqîm.
4. al-Madkhal, Imam Ibnul Hajj.
5. Siyar A’lâmin Nubalâ.
6. al-Bâ’its ‘ala Inkâril Bida’ wal Hawâdits.
7. Ma’ârijul Qabûl, Syaikh Hafizh al-Hakami.
8. al-Bida’ fii Madhâril ‘Ibtida’, Syaikh ‘Ali Mahfuzh.
9. Rasâ-il fii Hukmil Ihtifâl bil Maulidin Nabawi.
10. Nûrus Sunnah wa Zhulumaatul Bid’ah, Syaikh Sa’id al-Qahthani.
11. Tanbîhu Ulil Abshâr, Syaikh Shâlih as-Suhaimi.
12. ‘Ilmu Ushûl Bida’, Syaikh ‘Ali Hasan al-Halabi.
13. al-Bida’ al-Hauliyyah.
14. Majmû Fatâwâ Syaikh ‘Utsaimin.
15. al-Muntaqa min Fatâwâ Syaikh Shâlih Fauzân.
16. Fatâwa al-Lajnah ad-Dâ-imah.
Dan kitab-kitab lainnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XII/1430H/2009M].
_________
Footnotes
[1]. Lihat al-Bida’ al-Hauliyah (hlm. 137).
[2]. Fadhâ-ih al-Bâthiniyyah (hlm. 37) karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahj . Lihat al-Bida’ al-Hauliyah (hlm. 143).
[3]. Shahîh: HR. Ahmad (IV/126-127), Abû Dâwud (no. 4607) dan at-Tirmidzi (no. 2676), ad-Dârimi (I/44), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/205), al-Hâkim (I/95), dishahîhkan dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat Irwâ-ul Ghalîl (no. 2455) dari Shahabat al-‘Irbâdh bin Sariyah z .
[4]. Tafsîr Ibni Katsîr (VII/278-279) cet. Dâr Thayyibah
[5]. Lihat Siyar A’lâmin Nubalâ (XV/213)
[6]. Lihat al-Bidâyah wan Nihâyah oleh Ibnu Katsîr (XI/272-273, 345, XII/267-268, VI/232, XII/ 63, XI/161, XII/13, XII/266). Lihat juga Siyar A’lâmin Nubalâ oleh adz-Dzahabi (XV/159-215). Dikisahkan bahwa Raja al-Ubaidiyah yang terakhir adalah al-Adidh Lidînillah. Ia dibunuh oleh Shalâhuddin al-Ayyûbi th. 564 H. adz-Dzahabi menyatakan : “Kekuasaan al-Adidh mulai luntur bersamaan dengan masuknya Shalâhuddin al-Ayyûbi sampai akhirnya beliau melepas kekuasaan itu dari al-Adidh. Beliau t bekerja sama dengan Bani Abbâs, menghancurkan Bani Ubaid dan melenyapkan keyakinan Syî’ah Râfidhah. Jumlah mereka adalah empat belas raja yang mengaku sebagai khalîfah, padahal bukan khalifah. al-Adidh secara bahasa artinya adalah sang pemotong. Karena dia yang memotong kekuasaan keluarganya.” (XV/212).
[7]. Tafsîr Ibni Katsîr (III/26-27) dengan diringkas.
[8]. Shahîh: HR. Muslim (no. 1844).
[9]. Shahîh: HR. an-Nasâ-i (III/189).
[10]. al-Bâ’its ‘alâ Inkâril Bida’ wal Hawâdits (hlm. 50).
[11]. Lihat ‘Ilmu Ushûl Bida’ (hal. 119-120).
[12]. Ma’ârijul Qabûl (II/519-520).
[13]. Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 2697) dan Muslim (no. 1718)
[14]. Tafsîr Ibni Katsîr (II/32).
[15]. Lihat Iqtidhâush Shirâtil-Mustaqîm Mukhâlafatu Ash-hâbil Jahîm oleh Ibnu Taimiyyah (II/614-615), juga dalam Zâdul Ma’âd oleh Ibnul Qayyim (I/59).
[16]. Shahîh: HR. Muslim (no. 1162).
[17]. Shahîh: HR. Ahmad (I/215, 347), an-Nasâ-i (V/268), Ibnu Mâjah (no. 3029), Ibnu Khuzaimah (no. 2867) dan lainnya, dari Ibnu ‘Abbâs z .
[18]. Shahîh: HR. Abû Dâwud (4806), Ahmad (IV/24, 25), al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (211/ Shahîhul Adâbil Mufrad no 155), an-Nasâ-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (247, 249).
[19]. Shahîh: HR. Al-Bukhâri (3445).
[20]. Aqîdatut Tauhîd (hal 151).
[21]. Lihat al-Ibdâ’ fîi Madhâril Ibtidâ’ oleh Syaikh Ali Mahfûzh (251-252).
[22]. Lihat at-Tahdzîr minal Bida’ oleh al-Allâmah Imam Abdul Aziz bin Bâz (13).
[23]. Shahîh: HR. Muslim (2278).
[24]. At-Tahdzîr minal Bida’ (hal. 14)
[25]. Dinukil dari al-Bida’ al-Hauliyah (hal. 192-193) dengan diringkas.
[26]. Al-Maurid fii ‘Amalil Maulid. Dinukil dari Rasâ-il fî Hukmil Ihtifâl bi Maulidin Nabiy (I/7-14) dengan ringkas.
[27]. Majmû’ Fatâwâ, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (XXV/298).
[28]. Al-Madkhal (II/234-235).
[29]. Hukmul Ihtifâl bil Maulid an-Nabawi. Dinukil dari Rasâ-il fii Hukmil Ihtifâl bi Maulidin Nabiy (I/57) dengan ringkas.
[30]. Ar-Raddul Qawiy ‘ala ar-Rifâ’i wal Majhûl wa Ibni ‘Alawi wa Bayân Ahkhtâ-ihim fil Maulidin Nabawi. Dinukil dari Rasâ-il fii Hukmil Ihtifâl bi Maulidin Nabiy (I/70) dengan ringkas.
[31]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâ-il Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin (II/298) dengan diringkas.
[32]. Al-Muntaqâ min Fatâwâ Syaikh Shâlih Fauzân (II/185-186) dengan diringkas.

Read more...

WASIAT IMAM SYAFI'E

4 Rabiul Awwal 1431H
Email : Sal Am

32 perkara ini adalah antara pesanan dan juga kata-kata yang boleh menjadi panduan dan pedoman kepada kita melalui petikan beberapa pesanan dan peringatan daripada imam muktabar iaitu imam As-Syafi'e rahimahullah:-

1. Ilmu adalah sesuatu yang bermanfaat dan bukannya ilmu apa yang hanya dihafaz semata-mata.

2. Kebaikan itu ada pada lima perkara iaitu mampu mengawal diri, menjauhkan diri daripada menyakiti orang lain, menggunakan rezeki yang halal, berserah diri kepada Allah dan menyakini segala kekuasan Allah.


3. Imam Syafi'e telah ditanya tentang tabiatnya yang suka menggunakan tongkat sedangkan beliau bukanlah telah uzur, maka beliau menjawab : Ini bertujuan agar aku sentiasa mengingati bahawa hidup di dunia hanya sebagai musafir yang pasti akan kembali kepada Allah.

4. Lima perkara yang mesti ada pada pemimpin iaitu benar dalam percakapan, menjaga rahsia, menunaikan segala janji, sentiasa memberi nasihat dan menunaikan kewajipan yang diamanahkan.

5. Keredhaan manusia sukar untuk engkau capai dan bukanlah bermakna selamat daripada lidah manusia sudah boleh dianggap sudah mencapai jalan kepada mendapat keredhaan mereka. Oleh itu engkau hendaklah melakukan perkara yang bermanfaat kepadamu dan sentiasalah berbuat demekian.

6. Sesiapa yang merasa marah tetapi dia tidak meluahkannya maka dia seumpama keldai dan sesiapa yang merasa redha terhadap sesuatu tetapi dia tidak dapat menerimanya maka dia seperti syaitan yang mana redha dengan ketuhanan Allah tetapi tidak mahu tunduk pada perintahNya.

7. Capailah tujuan sesuatu percakapan itu dengan diam dan capailah sesuatu keputusan itu dengan berfikir.

8. Orang yang menzalimi diri sendiri ialah mereka yang tunduk dan patuh pada mereka yang tidak menghormatinya, mengharapkan kemanisan pada sesuatu yang tidak memberi manfaat kepadanya dan menerima pujian daripada mereka yang tidak dikenalinya.

9. Sesiapa yang mahu dipandang baik dan mulia maka dia hendaklah berbaik sangka terhadap orang lain.

10. Sesiapa yang memberi peringatan dan nasihat kepada rakannya dalam keadaan sembunyi maka sesungguhnya dia telah menasihati dan memperelokkannya. Sesiapa yang menasihati secara terang maka dia telah menyakiti dan mengkhianatinya.

11. Tidak akan tercapai ilmu melainkan bersabar di atas segala kesusahan di dalam mencapainya.

12. Apabila telah tetap perkara asal di dalam hati maka lidah akan berkata mengenai cabangnya ( hasil )

13. Sesiapa yang mahu kebahagian di akhirat maka dia hendaklah ihklas dengan ilmu.

14. Sekiranya manusia berfikir mengenai kandungan surah al-Asr maka sudah mencukupi.

15. Orang berilmu bertanya mengenai perkara yang dia sudah tahu dan perkara yang belum diketahuinya. Maka dengan cara ini dia dapat memperkemaskan ilmu yang telah ada dan dapat menimba ilmu yang belum diketahui.Orang jahil pula sentiasa menyisih diri daripada menerima pelajaran dan berhenti daripada belajar.

16. Perdalamkanlah ilmumu sebelum memimpin kerana apabila sudah menjadi pemimpin engkau tidak mempunyai jalan lagi untuk mendalami ilmu.

17. Perdalamkanlah segala masalah ilmu agar ia tidak akan menyempitkan masamu.

18. Keelokan oarng yang berilmu ialah mulia diri dan kecantikan ilmu pula ialah warak dan berlemah lembut.

19.Sesiapa yang mendakwa bahawa dia mencintai dunia dan dalam masa yang sama dia mencintai Penciptanya maka sebenarnya dia telah berbohong.

20. Sekalipun seseorang itu bersungguh-sungguh untuk mencapai keredhaan manusia maka tidak akan menemui jalan ke arah itu. Oleh itu dia hendaklah mengikhlaskan amalannya antara dia dan Allah. Tidak mengetahui seseorang tentang riya’ melainkan orang yang benar-benar ikhlas.

21. Sesorang itu tidak mampu untuk menghukum tentang sesuatu samaada halal atau haram melainkan dengan ilmu yang dimiliki

22. Sesiapa yang tidak dimuliakan oleh taqwa maka tiada kemuliaan baginya

23. Terlalu mengharapkan kelebihan dunia merupakan azab Allah kepada ahli tauhid ( beragama )

24. Sesiapa yang membenarkan sahabatnya maka diterima amalan, ditutup keburukan dan diampun kesalahannya

25. Sesiapa yang engkau redha akan menyebut-nyebut (puji) pada sesuatu yang tiada pada dirimu begitulah juga mereka yang engkau marah akan menyebut-nyebut (keji) pada sesuatu yang tiada pada dirimu

26. Politik pergaulan manusia berlainan dengan politik pergaulan binatang

27. Orang berakal ialah mereka yang mana akalnya mampu mengawasi dirinya daripada segala kejahatan

28. Sekiranya manusia mengetahui keburukan percakapan dan hawa nafsu maka mereka akan melarikan diri daripada keduanya sebagaimana mereka melarikan diri dari harimau

29. Bagi akal itu ada penghujungnya, begitulah juga dengan sabar yang mana ada penghujungnya

30. Sesiapa yang menyimpan rahsianya maka kebaikan berada di tangannya

31. Sekiranya ulama’ yang beramal dengan ilmu mereka tidak boleh dianggap waliullah maka aku tidak tahu lagi adakah bagi Allah itu wali

32. Jika aku tahu dengan meminum ais sejuk akan mengurangkan maruahku nescaya aku tidak akan minum melainkan air panas

Disediakan oleh:Ustaz Ibrahim b Zakaria
PENGETUA
MAAHAD TAHFIZ AL-QURAN DAR AL-ABRAR (MTD) SERI MANJUNG PERAK
Sumbangan Zakat/Derma bolehlah disalurkan ke dalam akaun Bank Muamalat no.08030002138714
CIMB Bank no. 08150000173109 .NO.TEL 05-6883659 H/P 019-2627636

Read more...

Merayakan Maulid NABI

Dakwaan: Orang yang pertama merayakan maulid adalah sultan yang dikatakan seorang raja yang adil, warak, zuhud dan alim – Sultan Ibnu Malik al-Muzaffar – sehinggakan ulamak-ulamak yang muktabar didakwa telah menghadiri majlis maulidnya. Malah ulamak besar Syeikh Abu Khattab Ibnu Dihyah telah mengarang kitab Al-Tanwir yang membicarakan amalan maulid.
Kita jawab: Raja ini (wafat 630 H) bukanlah seperti yang didakwa itu bahkan dia seorang yang pemboros, pembazir harta rakyat dan zalim. Dialah raja yang pertama mengada-adakan (bid’ah) perayaan maulid nabi sehingga terbantut segala kegiatan ekonomi masyarakat, kerana perayaan ini dilakukan secara besar-besaran bermula dari bulan Safar lagi. Sambutan ini disertakan dengan nyanyian, permainan, dan berbagai-bagai bentuk hiburan. Lihat Mu’jamul Buldan jilid 1 ms 87 karangan Yaaqut al-Hamawi, Al-Qaulul Muktamad karangan Imam Ahmad b Muhammad Misri al-Maliki, Wafayatul A’yan karangan Ibnu Khallikan dan Duwalul Islam karangan Imam Zahabi.
________________________________________

SANGGAHAN
TERHADAP RISALAH PELAJAR PONDOK YANG BERTAJUK
‘MAULIDURRASUL DENGAN DALIL-DALIL YANG NYATA’
Disediakan oleh: Ibnu Umar, Kota Bharu, Kelantan.

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih

Segala puja dan puji bagi Allah Tuhan yang mengutus Nabi Muhammad untuk rahmat seluruh alam. Selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi yang terakhir Muhammad s.a.w. dan ke atas keluarganya serta para sahabatnya.

Merujuk kepada risalah pelajar pondok Pasir Tumbuh yang bertajuk ‘Maulidurrasul Dengan Dalil-Dalil Yang Nyata', maka kami kemukakan risalah ini untuk memberi penjelasan kepada masyarakat, bahawa 'SEBENARNYA TIDAK ADA SATU PUN DALIL YANG NYATA SAMADA AL-QURAN, AS-SUNNAH, IJMA' MAUPUN QlAS, BERKENAAN DENGAN AMALAN MERAYAKAN HARl KELAHIRAN NABI MUHAMMAD S.A.W.'


Dalil-dalil yang dikemukakan oleh pelajar pondok itu bukannya dalil ulamak Ahlissunnah, tetapi dalilnya sendiri semata-mata. Ini kerana tidak ada seorang pun di kalangan ulamak Ahlissunnah Waljamaah yang dahulu (salaf), bermula dengan para sahabat Rasulullah s.a.w., kemudian diikuti oleh para ulamak di kalangan tabien yang mengadakan sambutan maulidurrasul. Para Imam Mazhab Empat, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam As-Syafie dan Imam Ahmad bin Hanbal tidak pernah mengadakan sambutan maulidurrasul. Demikianlah juga keadaannya, para Imam Hadis yang terkenal seperti Bukhari, Muslim, Tarmizi, Ibnu Majah, Abu Daud, Nasai dan lain-lain tidak pernah kedengaran di telinga kita mereka ini telah mengadakan sambutan maulidurrasul sebagaimana yang diadakan sekarang.

Ulamak dan Para Imam yang tersebut di atas adalah sudah diterima dan disepakati oleh seluruh umat Islam di seluruh dunia sebagai muktabar, pandangan dan mazhab mereka dipegang dan diamal oleh umat Islam sehingga kini. Jadi, kenapa kita yang mengaku bermazhab Syafie tidak mahu mengikut dan beramal dengan amalan Syafie dalam hal ini? Mungkinkah kita hanya mengaku bermazhab Syafie tetapi pegangannya tidak kita ikuti! Agaknya kitab karangan Imam Syafie yang terkenal iaitu al-Umm pun tidak baca.

Oleh itu, jangan marah kalau kita katakan ' Hanya Orang-Orang Sesat Sahaja Yang Suka Melakukan Amalan Bidaah'.


CUBA KITA LIHAT SATU PERSATU
HUJJAH DAN DALIL YANG DIKEMUKAKAN OLEH PELAJAR PONDOK PASIR TUMBUH ITU.

1. Firman Allah yang bermaksud: “Maka mereka yang beriman dengannya (Muhammad), membesarkannya dan membantunya dan mengikut cahaya (al-Quran) yang diturunkan bersamanya. Mereka itulah yang mendapat kejayaan.” (Surah al-A’raf, Ayat:157)

Kita jawab:- Kalimah 'membesarkan Nabi' dalam ayat ini tidak ada kaitan dengan sambutan maulid yang diadakan. Tidak ada seorang pun Ulamak Salaf dan para mufassir yang muktabar mentafsirkan ayat ini dengan mengadakan maulid. Dan setakat ini kita belum pernah terbaca dalam mana-mana kitab tafsir yang menghubungkan ayat ini dengan maulidurrasul. Mungkin pelajar pondok yang berkenaan sahajalah yang mentafsir begitu.

2. Firman Allah Taala yang bermaksud: “Sesiapa yang membesarkan tanda-tanda Allah, maka membesarkan itu ialah setengah daripada menjunjung perintahNya dan menjauhi laranganNya.” (al-Haj : 32)

Kita jawab:- Ada sedikit perbedaan antara terjemahan yang dibawa oleh pelajar pondok dengan terjemahan yang terdapat di dalam Tafsir Pimpinan ar-Rahman Kepada Pengertian al-Quran yang ditulis oleh Shaikh Abdullah bin Muhammad Basmih, cetakan keenam 1983, yang berbunyi :

“Demikianlah (ajaran Allah); dan sesiapa yang menghormati syiar-syiar agama Allah, maka (dialah orang yang bertaqwa) kerana sesungguhnya perbuatan itu satu kesan dari sifat-sifat taqwa hati orang mukmin.”

Di sini kita tidak hendak bincang tentang perbedaan terjemahan itu, yang perlu dilihat apakah maksud 'Syiar-Syiar Agama Allah.’ Cuba kita lihat nota kaki (hasyiah) yang terdapat di dalam Tafsir Pimpinan ar-Rahman itu sendiri yang berbunyi:

Syiar artinya : Lambang. Syiar agama Allah atau Syiar Islam ialah: Amal ibadat yang zahir dan benda-benda yang berhubung dengan ugama, yang melambangkan ugama Allah. Misalnya di dalam ibadat haji ialah tawaf, saie, berwuquf di Arafah dan sebagainya. Demikian juga binatang ternakan yang dijadikan qurban atau yang dijadikan hadyah kepada faqir miskin yang ada di Mekah.

Di dalam huraian yang dibawa oleh penulis tafsir tersebut, kita tidak dapati syiar Agama Allah dimaksudkan dengan maulid, bahkan dimaksudkan dengan amalan ibadat haji itu sendiri iaitu Tawaf, Saie dan Wuquf. Untuk keterangan lebih lanjut sila rujuk tafsir al-Azhar yang di tulis oleh Prof. Dr. Hamka. Saya mencadangkan buku ini kerana ianya boleh dibaca oleh semua orang samada yang berkemampuan dalam bahasa Arab atau tidak. Kalau anda berkemampuan dalam bahasa Arab, masih banyak lagi buku-buku tafsir yang boleh anda rujuk contohnya, Tafsir Ibnu Kasir, Qurtubi, al-Munir, al-Asas fi at-Tafsir tulisan Said Hawa dan lain-lain, kesemuanya tidak mentafsir 'SYIAR-SYIAR ALLAH DENGAN MENGADAKAN MAULIDURRASUL.’ Hanya pelajar pondok berkenaan sahaja yang mentafsir begitu.

3. Meriwayat Imam Bukhari dalam Sohihnya, begitu juga Imam Ismail dan Abdul Razak :
“Bahawa diringankan azab Abi Lahab pada hari Isnin kerana memerdekakan Thuaibah iaitu hamba yang menceritakan khabar gembira tentang kelahiran Nabi s.a.w.”

Kita jawab:- Dakwaan penulis pondok berkenaan bahawa hadis ini terdapat dalam Sohih Bukhari itu adalah palsu semata-mata dan satu fitnah terhadap Imam Bukhari. Begitu juga ianya tidak terdapat di dalam riwayat Ismaieli dan Abdul Razak. Cuma Suhaifi ada mengemukakan cerita ini tanpa menyebut sanad. Sila lihat Umdatul Qari, karangan Badruddin Aini, juz. 20, halaman 95. Fathulbari, juzu’ 19, halaman 174 - 175. Karangan al-Hafiz Ibnu Hajar Asqalani. Raudhul Unuf, juzu’ 5, halaman 191. Karangan as-Suhaili.

Yang ada dalam Sohih Bukhari hanyalah kata-kata Urwah berkenaan dengan Thuaibah pernah menyusukan Nabi s.a.w. setelah dimerdekakan oleh Abu Lahab. Di sana ada satu riwayat lain yang mengatakan Thuaibah tidak dimerdekakan pada hari kelahiran Nabi s.a.w. bahkan ianya dimerdekakan selepas hijrah Nabi s.a.w. ( Ibid, juzu’ 5, halaman 191). Dan juga tidak terdapat kata-kata “Diringankan azab Abu Lahab pada hari Isnin kerana memerdekakan Thuaibah” di dalam kata-kata Urwah itu. Untuk keterangan lanjut, sila lihat Sohih Bukhari, Kitabun Nikah, Bab Wa Ummahatukumullati Ardha'nakum.

Apa yang menghairankan kita, tidak ada seorang pun di kalangan pensyarah hadis ketika menghuraikan kata-kata Urwah ini membuat kesimpulan bahawa dengan menyambut maulidurrasul, seseorang muslim akan diringankan azabnya di dalam neraka sebagaimana yang berlaku terhadap Abu Lahab. Jelaslah idea kelebihan menyambut maulidurrasul berasaskan kata-kata Urwah itu tidak berpandukan pendapat ulamak muktabar.

Berdasarkan kenyataan di atas, dapatlah kita ringkaskan seperti berikut:
1. Bahawa kata-kata tersebut adalah semata-mata kala-kata Urwah. Bukannya hadis Nabi. Lagi pun Urwah meriwayatkannya secara Mursal. Beliau tidak menceritakan daripada siapa beliau mengambil kata-kata ini. Riwayat yang mursal tidak boleh dijadikan hujjah syari'yyah.

II. Peristiwa diringankan azab Abu Lahab pada hari Isnin ini hanya mimpi Abbas sewaktu belum memeluk Islam. Kenyataan ini juga tidak terdapat dalam Bukhari. Ulamak sudah sepakat (ijma’) bahawa mimpi seseorang apalagi seorang kafir tidak boleh dijadikan hujjah syar'iyyah, biar bagaimana tinggi keimanan, keilmuan dan ketaqwaannya. Kecuali mimpi para Nabi, kerana mimpi para Nabi adalah wahyu dan wahyu adalah benar. Mengikut pendapat ulamak salaf dan khalaf, bahawasanya orang kafir tidak diberi pahala di atas amalan baik yang dikerjakannya apabila mati di dalam kekufurannya itu. Ini berdasarkan kepada firman Allah Taala yang bermaksud:
" Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan." (al-Furqaan, ayat: 23)

4. Diriwayatkan daripada Qatadah al-Ansori, Bahawasanya Nabi ditanya tentang berpuasa hari Isnin, berkata Nabi s.a.w: “Itulah hari yang dilahirkan aku padanya dan diturunkan kenabian ke atasku.”

Kita jawab :- Hadis ini tiada kaitan langsung dengan 'Maulid' bahkan ianya berkaitan dengan berpuasa sunat hari Isnin. Inilah sikap kita, sudah terbalik, mana amalan yang terdapat dalam hadis jarang kita amalkan, iaitu seperti berpuasa sunat hari Isnin tetapi amalan yang tiada nas seperti 'Maulid' itu kita amalkan dan kita pertahankannya mati-matian. Sudah terbalik nampaknya seperti kata orang “Burung punai kena kail, ikan sepat kena getah pemikat.” “Hujan ke langit, Air sungai deras ke hulu.”

5. Orang yang pertama merayakan maulid adalah sultan yang dikatakan seorang raja yang adil, warak, zuhud dan alim – Sultan Ibnu Malik al-Muzaffar – sehinggakan ulamak-ulamak yang muktabar didakwa telah menghadiri majlis maulidnya. Malah ulamak besar Syeikh Abu Khattab Ibnu Dihyah telah mengarang kitab Al-Tanwir yang membicarakan amalan maulid.

Kita jawab:-

Raja ini (wafat 630 H) bukanlah seperti yang didakwa itu bahkan dia seorang yang pemboros, pembazir harta rakyat dan zalim. Dialah raja yang pertama mengada-adakan (bid’ah) perayaan maulid nabi sehingga terbantut segala kegiatan ekonomi masyarakat, kerana perayaan ini dilakukan secara besar-besaran bermula dari bulan Safar lagi. Sambutan ini disertakan dengan nyanyian, permainan, dan berbagai-bagai bentuk hiburan. Lihat Mu’jamul Buldan jilid 1 ms 87 karangan Yaaqut al-Hamawi, Al-Qaulul Muktamad karangan Imam Ahmad b Muhammad Misri al-Maliki, Wafayatul A’yan karangan Ibnu Khallikan dan Duwalul Islam karangan Imam Zahabi.

Kalau Suyuti memuji raja ini bagaimana pula dengan ulamak-ulamak lain terutamanya Yaqut yang hidup sezaman dengan Raja Muzaffar itu sendiri. Siapakah agaknya lebih tahu tentang raja itu; Yaqut atau Suyuti?

Berkenaan Syeikh Abu Khattab Ibnu Dihyah – Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani menulis di dalam Lisanul Mizan jilid 4 ms 296. Dia seorang yang suka memburuk-burukkan imam-imam dan ulamak-ulamak salaf (bermulut hodoh), dungu, sangat sombong, dangkal dan alpa dalam hal-hal agama. Hafiz Ibnu Hajar menulis lagi tentangnya; Ibnu Najjar berkata:
“Saya melihat ulamak bersepakat tentang dusta dan kelemahannya.” (Ibid ms 295)

Besar sungguh ulamak ini sehingga semua ulamak sepakat mengatakan dia pendusta dan lemah! Ulamak-ulamak seperti inilah yang sentiasa bersedia menjadi pengampu dan pembodek raja yang zalim!!

6 Diriwayatkan daripada Abu Hurairah: Bersabda Rasulullah: “Tidak berhimpun satu perhimpunan pada satu majlis di dalam masjid daripada masjid-masjid Allah, lalu mereka membaca al-Quran dan bertadarus sesama mereka, melainkan turun ke atas mereka ketenangan yang diselubungi rahmat Allah serta dilingkungi para malaikat di sisinya.” (Sohih Muslim).

Kita jawab :- Hadis ini langsung tidak menyentuh soal Maulidurrasul, bahkan hadis ini menyentuh soal membaca al-Quran. Ini telah disepakati bahawa ianya sabit dan tidak ada apa yang hendak dibantah lagi. Yang kita bantah laiah perayaan menyambut maulidurrasul bukannya membaca al-Quran.

7. Bersabda Nabi s.a.w: “Tidaklah berhimpun satu perhimpunan di dalam suatu majlis lalu mereka tidak berzikir mengingati Allah dan tidak berselawat ke atasku, melainkan kekurangan dan penyesalan ke atas mereka di hari Qiamat.”

Kita jawab :- Hadis inipun tidak ada kena mengena dengan maulidurrasul, dan tidak ada kena mengena dengan berdiri sewaktu berselawat.

8. Firman Allah Taala: “Kami ceritakan kepada engkau setiap perkhabaran daripada kisah-kisah Nabi yang menguatkan hati engkau dengannya dan datang kepada engkau dalam perkhabaran ini, kebenaran, pengajaran dan peringatan bagi orang yang beriman.” (Hud : 120).

Kita jawab:- Ayat ini juga tiada kaitan langsung dengan maulidurrasul yang sedang kita bicarakan. Saya pun tidak faham kenapa Pelajar Pondok berkenaan itu membawa ayat ini dalam memberi hujjah tentang maulid. Nampaknya beliau tidak kena memasang sekeru pada nat. Kalau begini jadinya maka akan rusaklah ugama kita. Nauuzubilaah min zaalik..

9. Meriwayatkan Imam Ahmad dan Hakim daripada Suhaib, Nabi bersabda: “Seseorang yang terlebih baik di antara kamu ialah mereka yang menjamu makanan dan menjawab salam.” Berkata al-lraqi hadis ini sahih sanadnya. Meriwayat Tirmizi: “Bahawa sahabat-sahabat Nabi tidak bersurai mereka daripada majlis bertilawah al-Quran dan berzikir, melainkan selepas menikmati jamuan.”

Kita jawab:- Hadis-Hadis ini juga tidak ada kena mengena dengan merayakan maulidurrasul. Kita nampak pelajar pondok berkenaan seolah-olah ingin menyatakan bahawa apa salahnya kita merayakan maulidurrasul kerana maulid itu pengisiannya ialah selawat, berzanji, baca rawi, berzikir, baca al-Quran dan makan minum. Semua perbuatan tersebut adalah ibadah dan boleh pahala. Jadi manakah yang dikatakan bidaah itu. Adakah baca al-Quran, berzikir, berselawat itu dikatakan bidaah? Mungkin pelajar pondok tersebut menjawab tidak bidaah sekali-kali! Bahkan mendapat pahala pula.

Kalau begitu keadaannya cuba pula jawab soalan ini iaitu: Kenapa kita menghukum Loteri Kebajikan Masyarakat itu sebagai judi? Tiket yang kita beli dengan harga satu ringgit itu adalah kita anggap sedekah semata-mata, kertas yang bertulis nombor itu adalah semata-mata kertas, tidak haram menyentuh kertas itu. Dan duit seratus ribu yang kita dapat itu ialah hadiah daripada Kebajikan Masyarakat semata-mata. Mana judinya, semua nampak halal belaka. Begitulah halnya maulid, kalau kila lihat pengisiannya memanglah baik-baik belaka. Sebab itulah ramai orang menjadi keliru. Yang kita persoal di sini ialah menyambut maulid itu sendiri, adakah ianya pernah dilakukan oleh sahabat, tabien dan para ulamak salafussoleh? Jawabnya tidak pernah.
Jadi, kenapa pula kita memandai-mandai menokok tambah ibadat yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi s.a.w, sahabat, tabien dan ulamak yang terdahulu?


Dl ANTARA SEBAB MENGAPAKAH MASYARAKAT
KITA BEGITU GHAIRAH MENGADAKAN
SAMBUTAN MAULIDURRASUL

Di antara faktor yang menyebabkan masyarakat kita begitu ghairah mengadakan sambutan maulidurrasul, sehingga ada di kalangan mereka sanggup menyembelih beberapa ekor lembu dengan harapan akan mendapat ganjaran yang besar daripada Allah s.w.t. Hal ini disebabkan oleh tersebarnya hadis-hadis dan kata-kata sahabat yang palsu (maudhu’) berkenaan dengan kelebihan menyambut perayaan maulidurrasul.

Apa yang mendukacitakan kita, bukan sahaja pelajar-pelajar pondok yang terlibat dalam penyebaran perkara bid'ah ini bahkan Tok Guru pondok juga turut terlibat dalam penyebarannya. Sebagai contoh Haji Ghazali guru Pondok Tunjung mengemukakan beberapa kata-kata palsu yang disandarkan kepada Nabi s.a.w., Khulafa'ur Rasyidin dan Imam Syafie di dalam buku kecilnya yang bertajuk 'Hukum mengerjakan maulud dalam Islam'. Kata-kata itu ialah:

1) Kata Saidina Abu Bakar r.a. yang bermaksud:
“Barang siapa membelanja ia satu dirham pada perbuatan Maulud Nabi s.a.w. nescaya adalah ia menjadi taulan dalam syurga.”

2) Kata Saidina Umar r.a. yang bermaksud:
“Barang siapa membesar ia akan maulud Nabi s.a.w. maka sesungguhnya telah menghidup ia akan Islam.”

3) Kata Saidina Othman r.a. yang bermaksud:
“Barang siapa yang membelanja akan ia satu dirham atas membaca kisah Maulud Nabi s.a.w. maka seolah-olah hadir ia perang Badar dan Hunain.”

4) Kata Saidina Ali r.a. yang bermaksud:
“Barang siapa membesar ia akan Maulud Nabi s.a.w. nescaya tidak keluar ia daripada dunia melainkan dengan iman.”

5) Kata Imam Syafie r.a. yang bermaksud :
“Barang siapa menghimpun ia akan saudaranya yang muslimin kerana memperbuatkan Maulud Nabi s.a.w. dan menyediakan bagi mereka itu makanan dan minuman dan memperbuat ia akan kebajikan nescaya membangkit oleh Allah Taala akan dia pada hari kiamat berserta siddiqin dan syuhadat dan adalah ia dalam syurga Jannatunnaim.”

Sebenarnya di dalam Madarijussu'ud (rujukan utama pengamal maulid) terdapat sabda Nabi s.a.w. sebelum kata-kata Khulafa'ur Rasyidin yang dikemukakan oleh Hj. Ghazali. Sabdaan itu bermaksud :
"Siapa yang membesarkan maulidku aku akan memberi syafaat kepadanya pada hari kiamat nanti dan siapa yang membelanjakan satu dirham kerana maulidku maka seolah-olah dia telah membelanjakan emas sebesar Bukit Uhud di jalan Allah.”

Mengapa Hj. Ghazali tidak mengemukakan sabdaan ini di dalam buku kecilnya itu? Adakah dia merasakan berdusta di atas nama Nabi s.a.w. merupakan satu dosa besar yang dijanjikan tempat di dalam neraka tetapi tidak mengapa kalau di atas nama sahabat-sahabat Nabi s.a.w. terutamanya Khulafa'ur Rasyidin? Kalau begitulah, kaedah manakah yang digunakan oleh beliau?

Sebenarnya kesemua kata-kata tersebut adalah palsu semata-mata. Kalau benar kata-kata tersebut keluar daripada mulut sahabat, kenapa para sahabat tidak pernah membuat perayaan menyambut maulidurrasul. Sedangkan para sahabatlah orang yang paling dekat dan paling kuat mencintai Nabi s.a.w.. Kalau begitu keadaannya seolah-olah para sahabat itu hanya bercakap kosong sahaja, kerana mereka hanya menyuruh orang lain membuat perayaan maulid sedangkan mereka sendiri tidak membuatnya. Kalau begitu keadaannya maka jadilah sahabat Nabi s.a.w. termasuk di dalam firman Allah yang bermaksud :

“Patutkah kamu menyuruh orang membuat kebaikan sedangkan kamu lupa akan diri kamu sendiri, padahal kamu semua membaca kitab Allah, tidakkah kamu berakal.” (Surah al-Baqarah. ayat: 44)

Na'uzubillah....... Sekali-kali para sahabat tidak tergolong dalam ayat ini.


Sebenarnya pencinta-pencinta maulid ini, kesemuanya mengakui bahawa maulid ini adalah bid'ah, tetapi bid'ah hasanah. Kata mereka, walaupun tidak ada nas-nas al-Quran, al-Hadis atau Ijmak tetapi ada qias kata mereka. Kalau begitu apa perlunya kepada qias kalau sudah ada kata-kata sahabat seperti tersebut di atas tadi. Bukankah kata-kata sahabat tersebut (mengikut dakwaan mereka) sudah merupakan nas yang terang dan jelas. Tetapi bagaimana pula tokoh-tokoh ulamak Islam seperti Imam Suyuthi (rujukan utama pengamal maulid) pula menafikan adanya nas seperti ini, dan beliau cuba mensabitkan maulid dengan jalan qias! Bukankah ini satu pertentangan yang nyata? Untuk mensabitkan maulud dengan jalan qias mereka mengemukakan sebuah hadis sebagai rujukan qiasnya (maqis alaih).

Hadis itu bermaksud:

Bahawasanya Nabi s.a.w. datang ke Madinah maka baginda dapati orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura iaitu hari 10 Muharram. Maka Nabi bertanya kepada orang Yahudi itu, “Kerana apa kamu berpuasa pada hari Asyura?” Jawab mereka, “Itu adalah hari peringatan. Pada hari ini dikaramkan Fir’aun dan pada hari ini juga Musa dapat kelepasan. Dan kami berpuasa kerana bersyukur kepada Tuhan.” Maka Nabi menjawab, “Kami lebih patut menghormati Musa berbanding daripada kamu.” Tetapi qias yang seperti ini dinamakan qias ma'al fariq (qias dengan sesuatu yang tidak ada kena mengena dengan apa yang didakwakan) kerana bukankah sebagai menyatakan kesyukuran Nabi s.a.w. berpuasa pada hari 10 Muharram itu sepertimana orang-orang Yahudi berpuasa tetapi adakah kita berpuasa untuk merayakan hari kelahiran Nabi s.a.w. itu dan kalau kita berpuasa pada hari itu apa ertinya berpuasa pada hari perayaan? Dan orang-orang Yahudi bersyukur kerana kelepasan Nabi Musa daripada bencana Fir’aun bukannya kerana menyambut hari kelahiran Nabi Musa a.s.

Daripada perbincangan yang lalu saudara/ri pembaca dapat melihat bagaimana untuk menegakkan perkara bid'ah itu, penyebar-penyebarnya terpaksa berdusta dan mengemukakan dalil-dalil serta hujah-hujah yang terdiri daripada nas-nas palsu bermula daripada pelajar pondok (yang berkenaan) sehinggalah kepada Tok Guru pondok (berkenaan).

Sebagai mengakhiri risalah ini kami berseru kepada muslimin muslimat supaya menjauhi amalan-amalan bid'ah seperti maulid ini kerana ia jelas tidak bersumberkan nas-nas yang terang dalam syariat dan marilah sama-sama kita mengikut Al-Quran, Sunnah Nabi dan juga Sunnah Para Sahabat sebagaimana sabda Nabi s.a.w. yang bermaksud:

"Sesungguhnya sesiapa yang akan hidup daripada kamu selepasku, dia pasti akan melihat banyak perselisihan. Oleh itu, mestilah kamu berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang terpimpin. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan geraham-geraham kamu. Hindarilah perkara-perkara baru (dalam urusan ugama) kerana semua perkara baru (dalam ugama) itu bid'ah dan semua bid'ah itu adalah sesat."

(Riwayat Tirmizi j.2 ms.92, Abu Daud j.2 ms.279 dan lain-lain)

Demikianlah sanggahan kami terhadap risalah pelajar pondok tersebut. Insya-Allah lain hari, di lain waktu kami akan kemukakan pula hujjah-hujjah para Ulamak Mu'tabar yang menentang amalan sambutan maulidurrasul ini. Sekian, wabillahittaufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum


Read more...

Rabu, 17 Februari 2010

Presiden PAS selamat orang lemas

Written by Izo

MARANG, 17 Februari: Bukan sahaja menyelamatkan aqidah umat tetapi sudah sampai kepada menyelamatkan nyawa manusia. Itulah yang dilakukan oleh Presiden PAS, Datuk Seri Tuan Guru Abdul Hadi Awang bersama keluarganya apabila menyelamatkan nyawa seorang yang lemas di berhampiran rumahnya.

haji-hadi-selamat-orang-lemas1

haji-hadi-selamat-orang-lemas2

haji-hadi-selamat-orang-lemas3
(Gambar atas: Abdul Hadi keletihan selepas menyelamatkan mangsa lemas)

haji-hadi-selamat-orang-lemas4

haji-hadi-selamat-orang-lemas5

Ia berlaku pada 14 Februari lalu kira-kira jam 5.30 petang di Pantai Rusila, Marang iaitu berhampiran dengan rumahnya.

“Hari itu, lepas solat Asar Tok Guru pergi mengail di pantai depan rumahnya. Tiba-tiba dia tengok orang sedang terkapai-kapai lemas. Dia terus suruh anaknya terjun ke laut dan dia bersama-sama menarik orang itu,” cerita Haji Omar, Pengerusi Masjid Rusila, yang terletak di sebelah rumah Abdul Hadi.

Mangsa pula, kata Haji Omar, adalah penduduk Kampung Belabor, iaitu kampung berhampiran pantai Rusila itu.

Seorang penduduk tempatan yang kebetulan ada di situ telah merakamkan gambar keadaan Abdul Hadi bersama mangsa yang diselamatkannya dan memasukkannya dalam facebook beliau.

Ini adalah catatan beliau dalam facebooknya.

“Dalam usia 63 tahun, Presiden PAS Tuan Guru Dato’ Seri Abdul Hadi Awang masih gagah dan pantas untuk menyelamatkan seorang pengunjung yang lemas di Pantai Rusila, Marang. Kejadian berlaku pada hari Ahad, 14 Februari baru-baru ini.

Memang tidak disangka, seorang pemimpin yang punyai ramai pengikut sanggup terjun ke laut sendiri tanpa mengharapkan anak-anak buahnya mendahuluinya. Selalunya, orang-orang besar dan pemimpin utama akan suruh anak buah mereka terjun untuk selamatkan mangsa.

Pada saya, beliau adalah seorang ulama’ yang segani, pemimpin yang dihormati, dan hero yang tidak perlukan undangan atau dipuja…Kehidupan beliau amat sederhana, rutinnya tidak jauh berbeza seperti rakyat biasa. Memang suka berdamping dengan rakyat.

“Semoga Allah panjangkan usia beliau dan merahmati kepimpinannya.”

Zaihan Daud, Setiausaha Peribadi Abdul Hadi juga mengesahkan kejadian itu.



Read more...

Selasa, 16 Februari 2010

Kenyataan Amirrulmukmin Afghanistan

Pada Seluruh Umat Islam Sedunia


Luar Negara Oleh: tentalum

"Dua puluh tahun yang lalu, pada 15.2.1989, Tentera Merah Soviet Rusia melarikan diri dari negeri Afghanistan dengan keadaan yang sangat memalukan serta aib kerana menemui kegagalan ,hancur musnah ekonomi, dan berakhir dengan perpecahan USSR. Selepas sepuluh tahun berlalu daripada pencerobohan mereka terhadap rakyat Islam Afghanistan menggunakan segala keganasan dengan sikap angkuh sombong ditokok dengan propaganda kehebatan tentera mereka,kuasa dan media di Afghanistan.



Meskipun selama sepuluh tahun, Tentera Merah dan pengganti-yang Khalqis dan Parchamites - mensyahidkan lebih dari 1,5 juta warga Afghanistan;6 juta orang lain terpaksa berlindung dinegara jiran dan yang tercedera-cacat dan yang ditahan berjumlah ratusan ribu warga umat Islam Afghanistan yang tidak berdosa.

Namun, pada akhirnya, Govrbacheve, pemimpin bekas Kesatuan Soviet, yang disebut sebagai pencerobohan yang mendapat bala dan balasan Allah "barah pendarahan luka kecil".

Tentera Merah, di bawah arahan Jenaral Boris Umum Gromove yang sombong akhirnya menarik diri daripada Afghanistan dalam keadaan yg memalukan dan dengan penarikkan lengkap selepas kehilangan 15 ribu tentera menyerang; dengan 50 ribu lebih yang tercedera, dan 1400 lagi ditahan atau hilang tanpa jejak(MIA)termasuk kerugian kelengkapan peralatan ketenteraan yang berjumlah berbelion.

Pada tahun 1986, selepas berkuasa, Goverbacheve memberikan tempuh setahun kepada tenteranya untuk membuktikan kemampuan mereka untuk mengalahkan mujahideen tetapi mereka gagal menghadapi Jihad suci Mujahidin Afghanistan. Keputusan politik dan kepimpinan tentera bekas Kesatuan Soviet akhirnya memutuskan pada November 1986 untuk menarik pasukan mereka dari Afghanistan dan menggunakan Perjanjian Geneva sebagai dalih untuk meyakinkan masyarakat antara-bangsa.

Hari ini,selepas dua puluh tahun dari nyah keluar Russia, Obama telah memberikan tempuh 18 bulan pula untuk Mc Crystal, Kepala Jeneral AS di Afghanistan, untuk membuktikan bahawa dia boleh mengalahkan mujahidin Islam tetapi pengalaman sejarah Mujahidin dibumi Afghanistan dan pada
realiti Amerika sedang mengikut setiap langkah maut bekas Kesatuan Soviet. Tentunya, mereka akan menghadapi kegagalan selepas satu setengah tahun kerana mereka sedang menghadapi kegagalan hari ini.

Hakikatnya ,tentera salib belum mampu menundukkan mujahideen
Afghanistan walaupun tentera kufar Amerika Nato,berjaya melukai dan menahan lebih daripada seratus ribu Afghan selama lapan tahun,tapi masih belum mampu mengalahkan pihak taliban dan mujahideen lalu bagaimana mereka akan mampu menundukkan mereka mujahideen dalam 16 bulan mendatang atau melalui operasi ketenteraan nyata seperti yang di daerah sebagai Marja dan Nad Ali ketika ini?

Penguasa Amerika dan NATO harus faham, jika mereka memerlukan 15 ribuan pasukan bersenjata baik untuk menawan hanya satu wilayah, maka terdapat 350 wilayah di Afghanistan, mereka memerlukan lebih banyak pasukan sehingga jumlah 5.250.000 tentera untuk membawa misi mereka,
sedangkan ternyata mereka masih tidak mampu atau berjaya untuk menyediakan logistik pada 15 ribu tentera2 kufar mereka yang sedia ada.

Situasi yang serupa,puhak kuffar KGB percaya konon mereka dapat menguasai Afghanistan dalam tempuh 3 bulan,dengan menyediakan budjet untuk sebuah agen perisik Russia KHAD dan kementerian pertahanan Russia regim Khalqi dan pada hari ini pihak Amerika telah menyediakan sebuah budget dengan jumlah yang cukup besar untuk kumpulan samseng jahat international Blackwater,CIA,Special Force dengan tujuan menghancurkan umat Islam Afghanistan dengan cara yang zalim dan jahat termasuk membusukkan memfitnah puhak mujahideen dan taliban melalui media2
mereka dibumi Afghanistan dan luar negara. Tetapi Amerika terlupa bahawa puak Russia telah menggunakan tektik tersebut yang akhirnya membawa kegagalan yang memalukan.

Tunjuk kuasa dan keangkuhan Amerika membuli rakyat Islam Afghanistan
telah melenyapkan kehebatan tentera Amerika. alaupun pihak kuffar mempunyai berbagai senjata,kereta kebal,pesawat tempur helikopter,peluru pandu erbagai jenama bomb pemusnah tidak dapat melawan tentera Mujahiddeen Islam yang mendapat bantuan aripada kuasa Allah Swt.Kehebatan tentera Amerika tidak dapat menundukkan Mujahidin yang jumlah nya sedikit an peralatan mereka yg serba lemah dan kekurangan.

Ini adalah sebuah pengajaran besar untuk semua pihak penakluk kuffar yang angkuh sombong diatas ukabumi Allah SWT ini.Pihak White House harus belajar dari sejarah dan tidak sewenang-wenangnya enggunakan kuasa ketenteraan sekiranya mereka manusia yang masih berakal. bama harus belajar dari pengalaman ngeri Gorbcheve dan harus berdiri dan berpijak diatas bumi yang nyata untuk menghentikan segala operasi dan kerja-kerja jahat ketenteraan ereka yang akhirnya memalukan mengaibkan negara Amerika sendiri

Kami mengucapkan taniah pada seluruh umat islam dan pada mujahideen dan pendokong Jihad Afghanistan ang turut membantu untuk menghancurkan komunis. mirate Islam Afghanistan membawa berita baik pada semua umat Islam sedunia dan kepastian bahawa angkuhan dan kesombongan tentera Amerika akan menerima nasib yang sedih,kehancuran yang sangat emalukan sebagaimana yang telah dialami dan dirasai oleh pihak komunis Russia. enaral Mc Crystal yang keadaan bernyawa ikan akan mengakui kekalahan yang bakal akan diterima oleh pukulan maut jihad fisabilillah umat islam Afghanistan,Insyallah.

Sesiapa yang telah melakukan dosa,akan menyedari betapa siksanya
bila menghadapi hari kematian.-Al-Quran

ALLAHUAKBAR!

Read more...

Aafia Siddiqui: Apakah Nasib wanita Ini?

2 Rabiul Awal 1431 H.
Email : Tebing Tinggi.

Pada bulan Mac 2009, dua orang wartawan wanita dari Amerika, Euna Lee dan Laura Ling, telah ditahan oleh tentera pengawal sempadan Korea Utara ketika sedang melakukan liputan untuk sebuah rancangan TV Terkini yang berpusat di California. Mereka kemudiannya dibicarakan dan dijatuhkan hukuman penjara 12 tahun kerana “berkelakuan ganas” dan memasuki Korea Utara secara haram.

Ketika menjalani hukuman penjara, pihak Amerika telah berusaha keras untuk membebaskan kedua-dua wanita itu dan pada bulan Ogos 2009, bekas Presiden Amerika, Bill Clinton telah diutuskan untuk berbincang dengan Presiden Korea Utara, Kim Jong II. Perjumpaan itu ternyata berhasil dan kedua-dua wartawan wanita itu kemudiannya dibebaskan.

Pada bulan Mac 2003, seorang wanita juga ditawan dan dipenjarakan. Wanita malang itu bergelar Aafia Siddiqui. Sepertimana wartawan Amerika tadi, beliau juga seorang wanita, menerima pendidikan dan bekerja di Amerika dan ketiga-tiga anak beliau adalah warganegara Amerika. Namun, tidak seperti wartawan Amerika yang ditahan enam tahun selepas beliau itu, Aafia adalah seorang wanita Muslimah dan beliau tiada pemimpin yang boleh memelihara serta mengurusi masalah yang dihadapinya.

Inilah kisah beliau



Dr Aafia Siddiqui telah dilahirkan di Karachi, Pakistan pada 2hb Mac, 1972. Beliau merupakan salah seorang daripada anak-anak Mohammad Siddiqui, iaitu seorang pegawai perubatan yang mendapat pendidikan dan latihan perubatan di England, dan Ismet. Beliau juga adalah ibu kepada tiga orang cahayamata dan merupakan seorang yang “tahfiz” al Quran. Dr Aafia dan ketiga-tiga orang anaknya telah ditahan oleh Ejen perisikan Pakistan pada bulan Mac 2003 dan kemudiannya diserahkan ke pihak Amerika di Afghanistan, di mana beliau telah dipenjarakan di Bagram dan dirogol berulang-kali, dicabul kehormatannya dan dikasari selama bertahun-tahun lamanya. Satu laporan di dalam akhbar Pakistani Urdu pada ketika itu menyatakan bahawa Aafia dan anak-anaknya telah diculik oleh pihak penguasa Pakistan dan dimasukkan ke pusat tahanan.

Moazzam Begg dan beberapa orang bekas tahanan Amerika yang lain melaporkan bahawa seorang tahanan wanita digelar “tahanan 650” telah dimasukkan ke Pangkalan Udara Bagram di Afghanistan. Yvonne Ridley, penulis Cageprisoners.com telah menulis tentang “tahanan 650”(Aafia), mengenai kisah penyiksaan dan penderaan ke atasnya di mana beliau dirogol berulang-kali selama empat tahun.

“ Tangisan dan raungan wanita tidak berdaya ini bergema(dengan penuh nada penyeksaan) di dalam penjara itu, sehingga mendesak para tahanan untuk melancarkan mogok lapar.” Yvonne menggelar beliau sebagai wanita bayangan kerana beliau adalah mirip seperti hantu, sesuatu yang tangisan, rintihan dan raungannya terus menerus menghantui sesiapa sahaja yang mendengarnya. Suara seperti ini tidak akan pernah berlaku pada wanita Barat.”

Kedua-dua pihak kerajaan Pakistan dan pihak bertanggungjawab di Amerika menafikan sebarang pengetahuan tentang kisah pemenjaraan dan penahanan Aafia sehingga kisah beliau terbongkar ke perhatian umum dan mendapat tumpuan pihak media. Fitnah dan pertuduhan serta merta direka terhadap beliau kononnya beliau telah terlibat dengan keganasan dan tuduhan tidak masuk akal bahawa beliau telah merampas senjata dari pegangan seorang tentera Amerika dan menembak seorang pegawai tentera Amerika.
Pada 4hb Ogos 2008, pendakwaraya persekutuan di Amerika mengesahkan bahawa Aafia Siddiqui telah diekstradikasi dari Afghanistan ke Amerika di mana beliau telah ditahan sejak pertengahan bulan Julai 2008. Pihak pentadbiran Amerika mengatakan bahawa Aafia telah ditangkap oleh pihak berkuasa Afghanistan di luar kompaun Gabenor Ghazni dan memiliki beberapa manual tentang letupan dan “bahan kimia merbahaya di dalam sebuah bikar yang bertutup” yang terdapat di dalam pegangannya. Mereka seterusnya menuduh bahawa ketika ditahan reman, Aafia telah melepaskan tembakan kepada pegawai-pegawai pihak berkuasa Amerika(tiada sesiapa diantara mereka yang tercedera), namun sebaliknya, Aafia sendiri yang

Pada bulan Ogos 2008, sebuah penulisan dalam The News telah mendedahkan penderaan yang telah dilakukan terhadap Aafia semasa beliau ditahan di bawah penjagaan Amerika:
• Sebelah dari buah pinggangnya telah dibuang
• Semua gigi beliau telah dicabut
• Hidung beliau telah dipatahkan dan dibetulkan semula dalam keadaan yang tidak sempurna
• Luka tembakan beliau tidak dirawat dengan sempurna, menyebabkan darah berterusan mengalir dari lukanya dan dibiarkan membasahi pakaian beliau

Pada 11hb Ogos 2008, akhbar Reuters melaporkan, Aafia muncul di hadapan mahkamah untuk bersidang dengan berkerusi roda, dan peguamnya telah merayu kepada hakim supaya memastikan beliau mendapat rawatan perubatan yang sepatutnya. Elizabeth Fink, salah seorang peguam beliau berkata kepada hakim:

“ Dia telah berada di sini selama seminggu wahai Tuan Hakim, dan tiada seorang doktor pun yang merawat beliau, walaupun pihak berkuasa Amerika tahu bahawa beliau telah ditembak.”

Peguam Aafia, Elizabeth Fink memberitahu hakim persekutuan di New York bahawa terdapat bukti yang menunjukkan Aafia telah dipenjarakan dan diperlakukan tanpa peri kemanusiaan dalam jangka masa yang panjang. Menurut dokumen yang diserahkan oleh Fink kepada mahkamah, Aafia telah memberitahu kakitangan penjara, beliau sangat risaukan anak-anaknya dibiarkan kelaparan, kebuluran dan diseksa. Beliau seterusnya menyuruh mereka untuk membungkus makanan dari pinggannya dan menghantarkan kepada anaknya di Afghanistan.

Seorang lagi peguam beliau, Elaine Whitfield Sharp berkata, “Kami tahu beliau pernah berada di penjara Bagram untuk jangka waktu yang lama. Ianya sangat lama. Menurut klien saya, beliau ditahan di sana beberapa tahun didalam penjagaan pihak Amerika, dan beliau diperlakukan dengan amat kejam.”

Aafia kekal di pusat tahanan Amerika di New York, dengan keadaan tahap kesihatan yang amat teruk, beliau juga sering dihadapkan dengan penghinaan yang memalukan, dibogelkan dan di siasat seluruh rongga dengan cara yang amat menghinakan setiap kali beliau menerima pelawat secara sah ataupun selepas muncul di mahkamah. Beliau kemudiannya menolak untuk berjumpa dengan para peguambela beliau. Satu laporan juga menyatakan bahawa beliau berkemungkinan menghidap kerosakan sel-sel otak dan sebahagian dari usus kecil beliau telah dipotong dan dibuang. Peguamnya berkata bahawa Aafia menunjukkan gejala-gejala yang konsisten dengan penghidap Tekanan Perasaan Disebabkan Trauma (Post Traumatic Stress Disorder)

Perbicaraan Aafia Siddiqui akan bermula pada minggu ini.

Lihatlah! Betapa dengan ketiadaan Khilafah, Aafia Siddiqui dan seluruh Muslim di dunia ini adalah seperti orang yang merempat, tiada negara dan tiada pembelaan, seperti yang diperingatkan oleh Sallallahu Alaihi wa Sallam, Kita adalah seperti buih-buih dan puing-puing yang di hanyutkan oleh arus lautan.

“Manusia akan suatu masa nanti menyeru sesama mereka untuk menyerang kalian seperti orang-orang yang mengelilingi hidangan”. Ada yang bertanya, “Adakah ini berlaku kerana bilangan kami yang kecil ketika itu?”.

Rasulullah SAW menjawab, “ Tidak, bahkan jumlah kalian banyak namun kalian adalah seperti buih-buih yang dibawa air. Allah mengangkat kegerunan musuh terhadap kalian dari dada-dada mereka dan mencampakkan penyakit wahn ke dalam jiwa-jiwa kalian”. Ada yang bertanya, “Wahai Rasul Allah, apakah penyakit wahn itu?”.

Rasulullah SAW menjawab, “Cinta kepada dunia dan benci kepada kematian.” [Abu Daud dan Ahmad]

Penyakit wahn inilah yang telah menyebabkan pihak berkuasa Pakistan dengan kejinya menculik dan menyerahkan seorang wanita Muslimah kepada pihak kuffar Amerika, sedangkan Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda: “ Seorang Muslim adalah bersaudara dengan Muslim yang lainnya, maka janganlah dia menindas saudaranya dan jangan sekali-kali dia menyerahkan saudaranya yang lain kepada pihak yang menindas” [HR Bukhari]

Penyakit wahn ini jugalah yang menghalang para pemerintah di dalam wilayah-wilayah Islam untuk mengangkat jari-jemari dan tangan-tangan mereka untuk mempertahankan maruah dan kehormatan kaum Muslimah dan membebaskan bukan sahaja Aafia, malahan beribu-ribu kaum Muslimin yang merengkok di dalam penjara di Guantanamo, Bagram dan pusat-pusat tahanan rahsia CIA, sedangkan Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda mengingatkan mereka: “ Sesungguhnya, adalah menjadi kewajipan ke atas kaum Muslimin untuk membebaskan tahanan mereka ataupun membayar tebusan untuk mereka”

Penyakit wahn ini jugalah yang mendorong para pemimpin Dunia Islam untuk memenjara, menyeksa dan mendera beribu-ribu golongan Muslim yang ikhlas berjuang menegakkan Islam, di dalam penjara kejam mereka, sedangkan Hisham bin Hakeem meriwayatkan, : “Aku bersaksi bahawa sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda: “ Allah akan menghukum mereka yang menghukum orang lain di dunia.” [HR Muslim]

Namun begitu, kita haruslah sedar dan ingat bahawasanya kita sebenarnya bukanlah sentiasa merempat dan bahawa kita tidak pernah mempunyai Negara yang membela kaum Muslimin. Tatkala Negara(Daulah) Islam wujud suatu ketika dahulu, maruah dan kehormatan para wanita Muslimah telah dipelihara dan tahanan-tahanan Muslim dibebaskan.

Pada zaman Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam, seorang tukang emas Yahudi Bani Qainuqa’ telah mencabul kehormatan seorang wanita Muslimah dengan mengikat hujung kain yang dipakainya kepada kerusi dan menyebabkan auratnya tersingkap. Seorang lelaki Muslim yang kebetulan berada di situ ketika itu, telah bangun membela dengan membunuh Yahudi tadi. Kaum Yahudi kemudiannya membalas dendam dengan membunuh pula lelaki Muslim itu. Kaum keluarga lelaki Muslim itu telah meminta bantuan kaum Muslim yang lain, dan Baginda SAW telah menghantar pasukan tentera Muslim untuk menyerang Yahudi Bani Qainuqa’ dan selepas lima belas hari bertempur, kaum Muslim berjaya menghapuskan seluruh Bani Qainuqa’ dari tanah Madinah.

Imam ibnu Athir mencatatkan dalam “Al-Kamil fi Tarikh”, sebuah kisah yang terkenal mengenai seorang wanita Muslimah yang telah ditangkap oleh puak Rom dan ditahan di satu tempat bernama ‘Amuriyyah. Tidak puas dengan menahan beliau, mereka juga telah cuba untuk mencabul kehormatan wanita Muslimah itu. Bersendirian dan ketakutan, wanita itu memanggil nama Khalifah pada ketika itu “Oh Mu’tasim”. Seorang lelaki menyaksikan kejadian ini, lantas bertemu dengan Khalifah Mu’tasim dan memaklumi beliau tentang kejadian itu. Tatkala Mu’tasim mendengar rintihan wanita itu, beliau menyahutnya dengan penuh keberanian, “Labbaik (Aku datang menyahut seruanmu).” Mu’tasim mempersiapkan sepasukan bala tenteranya dan melancarkan serangan untuk menyelamatkan wanita itu. Pasukan tentera beliau telah menawan pihak musuh dan memasuki ‘Amuriyyah. Selepas menghancurkan kubu kuat musuh, mereka sampai kepada wanita itu serta berjaya membebaskannya.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz pula telah mengirim sepucuk surat kepada Tahanan Perang Muslimin di Konstantinopel. Beliau memberitahu mereka:

“ Kalian mengatakan diri mu adalah Tahanan Perang. Sebenarnya, kalian bukanlah begitu. Kalian telah dipenjarakan kerana berjihad untuk Allah. Aku ingin memberitahukan kalian semua, apabila aku memberi sesuatu kepada semua kaum Muslimin, aku akan memberikan lebih kepada kaum keluarga kalian dan aku mengirimkan sipulan dan sipulan dengan 5 dinar untuk setiap seorang dari kalian. Seandainya bukan kerana aku risaukan penguasa diktator Roman yang akan merampasnya dari kalian, sudah pasti aku akan mengirimnya lebih lagi. Aku juga telah mengutus sipulan bin sipulan untuk memastikan pembebasan setiap dari kalian, tanpa mengira berapa pun wang tebusan yang perlu dibayar. Maka bergembiralah kalian! Salam Sejahtera.”

Wahai Amerika dan Sekutunya!

Pada hari ini kamu membunuh kaum lelaki, wanita dan anak-anak Muslim kami, menyeksa dan memenjarakan kami serta merampas sumber semulajadi dan tanah-tanah kepunyaan kami. Tetapi ingatlah dan sedarlah kamu bahawasanya perkara ini hanyalah sementara sahaja. Kebangkitan Islam sedang berlaku dan penyakit wahn itu sedang dirawat dan sedang mencair secara perlahan-lahan dengan ikatan pemikiran dan akidah Islam yang menebal dan kian utuh. Kamu sudah tentunya menyedari akan hal ini, maka sebab itu lah kamu melancarkan peperangan menentang keganasan dan membelanjakan berbillion-billion wang untuk menakluki wilayah-wilayah serta tanah-tanah kami.

Nantikanlah! Tatkala kemenangan dari Allah Subhanahu wa Taala telah tiba, dan wilayah-wilayah kaum Muslimin bersatu di bawah pemerintahan satu Khalifah, yakinlah bahawasanya Negara Daulah Islamiyyah yang terbentuk itu akan mempergunakan seluruh kekuatan politik, ekonomi dan ketenteraannya untuk membebaskan seluruh tahanan kaum Muslimin dan memelihara kehormatan para Muslimah . Allahu Akhbar!!!

Read more...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP